Minggu, Juli 27, 2008

Konstributor

Setelah sekian lama Blog MGMP Matematka diluncurkan sekitar 6 bulan (sejak Pebruari 2008) eh ternyata respon kami rasakan belum menggembirakan hal itu menjadikan evaluasi tersendiri bagi kami. kurang menarik/bermanfaatkahkah blog ini. atau mungkin prosentase guru matematika di Malang khususnya yang mengakses internet masih minim???
Kami mengundang bapak/ibu guru yang sudi dan bersedia menjadi konstributor blog ini.
Mari kita ikut seta meningkatkan kualitas pemdidikan, pembelajaran dengan mengajak dan menularkan apa yang kita punya kepada teman-teman guru. sispa mau bergabung dengan honor amal sholeh ??????????/

Harga LKS

Tahun Pelajaran Baru 2008/2009 semester gasal
Harga LKS
Kelas 7 : Rp 6.000,00/eksemplar
Kelas 8 : Rp 7.000,00/eksemplar
Kelas 9 : Rp 6.000,00/eksemplar
Pembelian dalam jumlah banyak mendapat rabat 30%

Sabtu, Juli 26, 2008

Pembinaan dan Pengembangan MGMP SMP/SMA Jatim


Mulai tanggal 24 s.d 27 Juli 2008 dilaksanakan Workshop Pembinaan dan Pengembangan MGMP SMP/SMA Jawa Timur yang diselenggarakan oleh Sub Dinas Pendidikan Menengah Umum Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur.
Bertempat di Hotel Tanjung Jl Panglima Sudirman Surabaya.
Jawa Timur yang memiliki 38 Kota/Kabupaten.
Setiap kota/kabupaten mengirimkan 1 koordinator mgmp SMP dan 1 wakil MKKS SMP dan 1 koordinator mgmp SMA dan 1 wakil MKKS SMA.
Tujuan Umum adalah membekali peserta agar memiliki kesiapan dan kemampuan untuk melaksanakan program MGMP secara benar, efektif dan efisien
Tujuan Khusus :
  1. Memperluas wawasan dan pengetahuan serta pemahaman tentang fungsi ,manfaat MGMP dalam pengembangan kemampuan profesional guru.
  2. Menyusun dan melaksanakan program MGMP yang sesuai dengan kebutuhan para guru dalam pengembangan profesinya.
  3. Pembentukan koordinator MGMP ditingkat Kabupaten/Kota se Propinsi Jawa Timur.
Hasil yang diharapkan :
  1. Meningkatnya motivasi, kerjasama, inisiatif, inovatif para koordinator MGMP sehingga nantinya dapa menjadi pendorong semangat pengembangan dan pemberdayaan wadah MGMP di masing-masing Kabupaten/Kota.
  2. Terbentuknya koordinator MGMP di setiap Kabupaten/Kota se Propinsi Jawa Timur, sehingga terwujudnya peningkatan mutu pendidikan.
  3. Adanya tukar pengalaman antar koordiantor MGMP Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.
Dalam Workshop tersebut telah dibentuk pengurus MGMP Propinsi Jawa Timur yang terdiri dari perwakilan MGMP Kota /Kabupaten se Jawa Timur.
Disamping itu dibentuk juga Bakorwil MGMP Propinsi (perwakilan di setiap karesidenan)



Selasa, Juli 22, 2008

Budaya Jepang.... (Pengalaman Perjalanan Pak Gatot HP)

Ditulis pada Juni 28, 2008 oleh gatothp2000
Dalam kesempatan berkunjung ke jepang dalam acara mou dgn keio univ, ada bbrp pengalaman yg menarik utk di simak.

  1. Penghormatan kepada senior yg alumni yg ceo Toyota. Dalam seminar ttg pengembangan Toyota dan pengalamannya, setelah ceo pulang menuju mobil nya, rector danpimpinan keio yg yg mengantar ke mobil nya, pada saat membukakan pintu mobil dan menutup pintu mobil, mereka menghormati dgn membungkuk 90 derajat, sampai mobil nya hilang dari pandangan mata….menarik…
  2. Di airport, di loket jal yg melayani garuda, saya mengalami kesulitan ..............baca selengkapnya di sini


Sumber : http://gatothp2000.wordpress.com/

Senin, Juli 21, 2008

Notebook 3,5 Jt an



Notebook mini ini dengan spesifikasi :

Processor
Intel Celeron ULV 900Mhz
RAM
Visipro 512Mb PC-5300 (max 1Gb, 1 slot)
HDD
Seagate 30Gb
Optical Drive
-
Display
7in TFT WVGA
Graphic system
Intel 915GMS 8Mb
Expansion Slot
-
LAN
Fast Ethernet 10/100
Modem
-
Wireless
802.11bg
Bluetooth
-
Webcam
-
Card Reader
-
Software included
Linux pre-installed, Microsoft drivers
Warranty
1 year parts&labour

Performance Cukup keren dan elegan dengan harga berkisar 3,5-3,6 jt an

Guru juga kepingin akses internet

Seperti himbauan Pak Gatot ( Dulu Kepala BPKLN Depdiknas yang membidani Jardiknas Sekarang DirekturSEAMOLEC) dalam milis JARDIKNAS seperti berikut :

"--- Pada Jum, 18/7/08, gatot hp <gatothp2000@ yahoo.com> menulis:
Dari: gatot hp <gatothp2000@ yahoo.com>
Topik: [JARDIKNAS] himbauan membangun hot spot di sekitar sekolah/rt-rwnet
Kepada: jardiknas@yahoogrou ps.com
Tanggal: Jumat, 18 Juli, 2008, 7:43 PM

dear all,
kami himbau semua sekolah yg mempunyai sambungan internet, bisa
membuat hot spot maupun rtrw net utk masyarakat di sekitar sekolah, dgn
memanfaatkan teknisi, mhsd3tkj, tim mr atau siapapun yg mau
mengembangkan di sekitar sekolah...
karena sayang langganan internet pada sore hari sd pagi bisa di
manfaatkan masyarakat. .terutama guru dan murid yg tinggal di sekitar
daerah tersebut...
ini upaya bersama utk memajukan anak2 dan masyarakat kita...
anda bayangkan klo 13.000 an sekolah yg tersambung internet, bisa
membagi bandwith nya setiap sore - pagi, akan banyak yg memetik hasil
positip dalam memajukan anak bangsa...
selamat berkarya..

ghp

Sejujurnya sejak lama guru juga ingin dapat mengakses internet dari rumah (client) gratis dengan server di sekolah menggunakan konsep RTRW net.

Apalagi ditambah dengan ditandatanganinya Inpres No 5 Tahun 2008 yang didalamnya (hal 78 -81) tersurat program "Internet Gratis untuk SMA Sederajat" pada Desember 2008

Semoga teman-teman guru dapat segera menikmati internet (gratis tentunya)
Salam.....

Download e-Book Matematika (Buku Sekolah Elektronik)>>>>

Ingin download Buku Sekolah Elektronik Depdiknas (bse depdiknas) klik disini

Sabtu, Juli 19, 2008

Peranan Multimedia dalam Pembelajaran dan Gaya Belajar Siswa

Oleh: Joko Sutrisno

Artikel ini me-review laporan hasil suatu penelitian yang dilakukan oleh Beacham dkk, (Beacham, N. A., Elliott, A. C., Alty, J. L., Al-Sharrah, A., dalam Media Combinations and Learning Styles: A Dual Coding Approach, Association for the Advancement of Computing in Education (AACE), 2002), yang tujuannya untuk mengetahui apakah perpaduan beberapa jenis media akan meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran yang berbasis komputer. Selain itu, penelitian yang dilaporkan ini juga digunakan untuk mengetahui apakah gaya belajar siswa berpengaruh pada tingkat pemahaman siswa terhadap perpaduan beberapa jenis media ini. Perpaduan beberapa jenis media yang dilakukan telah mempertimbangakan dual coding theory .............. read more

sumber : http://www.erlangga.co.id/

Rabu, Juli 16, 2008

RTRWnet di Sawojajar Malang

RTRWNET. jaringan internet bagi rakyat murah meriah telah hadir dan mengcover daerah Sawojajar.

RTRWNET Sawojajar Malang (RAJAJOWAS.net)

SAWO JAJAR telah tercover infrastruktur RT RW NET.

Anda mau gabung untuk koneksi internet? selengkapnya baca di sini

Selasa, Juli 15, 2008

Karya Tulis Ilmiah Guru

Materi Karya Tulis Ilmiah Guru dapat dilihat di sini

Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2008

Sumber asli di http://sertifikasiguru.org/index.php?page=sg2008

Berikut adalah dokumen Panduan Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2008 dalam format pdf :

Berikut adalah Buku Pegangan Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2008 dalam format pdf :

Sosialisasi Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2008

Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2008 Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Melalui Penilaian Portofolio(poster
Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Melalui Penilaian Portofolio(banner)) Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Melalui Jalur Pendidikan

Lomba Keberhasilan Guru (LKG) 2008

Lomba Keberhasilan bagi Guru untuk lebih lengkapnya baca disini

Menjadi Guru Matematika Impian, Bagaimana?

Oleh: Al Jupri

Sebut saja namanya Pak Endar, beliau adalah guru matematika saya sewaktu SMA dulu. Beliau ini adalah guru yang sangat disegani, ditakuti, sekaligus disukai murid-muridnya. Terasa ganjil memang, ada guru yang ditakuti sekaligus disukai. Tapi, saya tidak mengada-ada. Faktanya, dalam pemilihan guru favorit versi siswapun beliau meraih suara terbanyak, keluar sebagai pemenang.

Banyak cerita menarik tentang guru matematika SMA saya itu. Salah satu contohnya begini. Waktu itu, seingat saya, beliau mengajar tentang geometri dimensi tiga. Seperti biasa beliau mengajari kami dengan gaya khasnya. Penjelasannya, bagi saya, begitu rinci dan dapat dimengerti. Cara penyampaian pelajarannya juga tidak monoton. Tidak melulu materi pelajaran. Seringkali diselipi nasihat-nasihat yang sangat mengena, tepat penyampaiannya. Walau beliau terkesan orang yang sangat serius, kelihatan galak, dan sedikit bicara, namun celetukan-celetukannya seringkali mengundang gelak tawa siswa-siswanya, padahal beliau sendiri tidak ikut tertawa, ya “datar” saja mukanya (istilah kami waktu itu, lempeng-lempeng saja).

Oh iya, kembali ke cerita menarik waktu itu. Setelah memberi contoh soal tentang geometri, dan memberi latihan ke kami. Beliaupun tak lupa memberi PR. Waktu itu, beliau cukup banyak memberi kami PR. Katanya begini, “Untuk PR, kerjakan latihan 2 dan latihan 3 semuanya. Besok dikumpulkan!” Kemudian, salah seorang teman saya waktu itu, sebut saja namanya Marni, bertanya begini. “Pak, PR-nya ditulis di kertas folio polos atau folio bergaris?” Pak Endar tak menjawab, tak menggubris pertanyaan Marni, karena sedang beres-beres (membereskan buku dan alat tulis yang baru saja dipakai) untuk segera pergi meninggalkan kelas. Marni mengulangi pertanyaannya, “Pak, PR-nya ditulis di kertas folio polos atau folio bergaris?” Lagi-lagi, Pak Endar tidak menghiraukannya. Maklum, teman saya ini terkenal cerewet dan sering bertanya. Marni tak putus asa, dan bertanya hal yang sama. Lagi-lagi, Pak Endar masih diam. Kemudian, sambil beliau berlalu meninggalkan kelas, Marni masih tetap bertanya lagi hal yang sama. Tepat di muka pintu, sambil pergi Pak Endar menjawab pertanyaan Marni, “PR-nya ditulis di… kulit bedug!” Sontak, kami sekelas tertawa terbahak-bahak. Hahahahahaha…. Eits, cerita belum selesai.

Keesokan harinya, PR pun dikumpulkan (tentunya tidak ditulis di kulit bedug, tapi di kertas folio bergaris atau polos). Seperti biasa juga, Pak Endar menjelaskan materi selanjutnya. Kali ini juga beliau memberi kami PR. Katanya begini, “Untuk PR, kerjakan sisa latihan 4 dan latihan 5 semuanya. Minggu depan dikumpulkan!” Setelah berkata begitu, Marni bertanya, “Pak PR-nya ditulis di kertas folio bergaris ya?” Seperti biasa juga, Pak Endar tak langsung menjawab. Pertanyaan ini pun diulangi Marni beberapa kali. Lagi-lagi Pak Endar, tak langsung menjawab. Ada teman saya yang lain, sambil becanda nyeletuk ke Marni. “PR-nya ditulis di kulit bedug!” Marni tak hirau dengan celetukan teman saya itu. Kemudian, sambil menunggu waktu selesai pelajaran, beliau sedikit memberi nasihat dengan sedikit obrolan ringan. Hingga waktu pelajaran pun hampir selesai. Beliaupun segera beres-beres dan akan berlalu meninggalkan kelas. Ketika hampir keluar kelas, Marni masih sempat bertanya hal yang sama. Tepat di muka pintu pula, sambil berlalu pergi, Pak Endar menjawab pertanyaan Marni, “Ditulis di… tripleks!” Hahahahahaaa…. Tawa pun meledak dengan kerasnya, dan untuk beberapa saat menggoncang ruangan kelas kami. Cerita tadi, hanya secuil kenangan, dari seorang guru yang saya idolakan. Masih banyak cerita-cerita lain yang tentunya tak kalah menariknya.

Nah, bagaimana menjadi sosok guru matematika yang diidolakan itu? Sekurang-kurangnya, guru idola itu memenuhi kriteria: (1) menguasai materi matematika yang akan diajarkan ke siswanya; (2) menguasai cara mengajarkan matematika ke siswanya; dan (3) mengajar dengan ikhlas. Lho…, kok cuma sedikit sih? Sabar sebentar. Penjelasannya begini.

Yang pertama. Guru matematika sepantasnya = selayaknya menguasai materi matematika yang akan diajarkan ke siswanya. Apa jadinya bila guru matematika tak menguasai materi yang akan diajarkannya? Harus diakui memang, kata “menguasai materi” itu juga relatif. Untuk itu, agar semakin menguasai materi matematikanya, guru juga sepertinya perlu belajar. Mau menambah pengetahuan dari mana saja. Mau meningkatkan diri. Tidak berpuas diri dengan pengetahuan yang sudah dimiliki. Tidak berbangga diri dengan lamanya pengalaman berkiprah di dunia “ajar-mengajar”. Sederhananya, mau memperbaiki diri. Jangan sampai ada celetukan begini, “Wah Pak Anu atau Bu Inu itu ngajarnya tiap tahun, begitu-begitu saja, catatannya sama, obrolannya sama, lawakannya sama, sampai titik komanya yang ditulis di catatan siswa juga sama.” Oh iya, menguasai materi saja juga sepertinya belum cukup. Karena katanya, banyak guru yang ngajarnya seperti ngobrol dengan papan tulis. Gurunya asyik ngobrol, siswanya apalagi.

Yang kedua. Guru matematika idealnya bisa menyampaikan materi matematika ke siswanya. Bisa menggiring siswanya untuk belajar dengan enak, santai, rileks, dan menyenangkan. Untuk itu, katanya, guru perlu menguasai dan mempraktikkan macam-macam pendekatan pembelajaran supaya materi yang disampaikannya efektif tersampaikan; menyadari bahwa siswa juga manusia yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda; memahami bagaimana siswa belajar matematika; dan menyadari bahwa matematika adalah juga bagian dari aktivitas manusia. Dan tentunya, masih banyak lagi yang lainnya. Silakan ditambahi!

Pendapat saya sebagai siswa. Saya mengidolakan guru matematika yang mampu menunjukkan kaitan matematika itu dengan kehidupan nyata. Bukan hanya aplikasi materi matematika secara langsung saja (misal penerapan materi: aritmetika (+, - , :, x, ) dalam perdagangan), tapi fenomena-fenomena hidup pun bisa dijelaskan dengan matematika secara sederhana.

Saya juga menyenangi guru matematika yang bisa menyelipkan nasihat-nasihat, cerita, humor, anekdot, bukan hanya materi matematika saja yang disampaikan. Bila hanya materi matematika saja, bisa bosan, hambar rasanya, tak segar pikiran ini dibuatnya. Matematika seperti terlepas dari kehidupan manusia. Matematika seperti bukan bagian aktivitas manusia. Karena saya menyenangi guru yang bisa seperti ini, waktu itu, saya sering membuat catatan pinggir di buku matematika saya, bisa berupa: cerita-cerita, nasihat, humor, kisah, kejadian di kelas, atau yang lainnya. Bila catatan saya itu dibaca, pikiran saya seperti menembus ruang dan waktu, menerawang, dan mengenang kejadian waktu itu.

Oh iya, saya juga suka guru matematika yang serius, tapi kreatif, sering menyelipkan pertanyaan matematika sebagai selingan dan atau pancingan. Selingan ini bisa disampaikan di awal pembelajaran, di tengah pembelajaran, atau di akhir pembelajaran. Contoh pertanyaan selingan itu seperti ini.

Seekor kodok, jatuh ke dalam lubang yang dalamnya 10 meter. Untuk bisa keluar dari lubang tersebut, tentu sang kodok berusaha memanjatnya. Dalam sehari yang bisa dilakukannya adalah: di waktu siang, sang kodok bisa naik 3 meter, tapi di malam hari karena dingin, licin, dan sambil menangkapi nyamuk untuk disantap dia terperosok lagi 2 meter. Begitu setiap harinya. Berapa hari sang kodok bisa keluar dari lubang tersebut?

Ketika pertanyaan ini disampaikan, waktu itu saya bukan siswa SD lagi, banyak teman saya dengan cepat (kurang dari satu menit) menjawabnya. Jawaban mereka waktu itu adalah **** hari. Saya pun ikut-ikutan menjawab **** hari. Tapi, anehnya guru saya seperti tak puas dengan jawaban kami. Setelah saya pikir pelan-pelan, saya baru sadar kenapa guru saya itu tak puas dengan jawaban teman-teman saya itu. Akhirnya, setelah beberapa saat, ada teman saya yang bisa menjawabnya dengan benar. Ayo…. apa jawabannya?

Yang ketiga. Ikhlas. Satu kata yang mudah diucapkan, namun sukar dilakukan. Sukar pula dilihat indikatornya. Kata orang, berbuat ikhlas untuk suatu aktivitas (ibadah) itu seperti aktivitas membuang kotoran diri sendiri. Nah, yang saya maksud ikhlas di tulisan ini adalah bahwa: aktivitas mengajar (pembelajaran) yang dilakukan guru itu perlu dilandasi dengan niat ibadah. Dengan niat seperti ini, katanya, mengajarpun akan terasa enjoy alias menyenangkan, dan siswa pun akan enak juga dibuatnya. Bila dilandasi niat seperti ini juga, katanya, menjadi guru (matematika) itu akan merupakan suatu pekerjaan yang membahagiakan, di dunia dan insya Allah di akhirat kelak. Betul?

Catatan:

Tulisan di atas, masih sangat mungkin untuk dilengkapi (maklum masih “melarat = miskin yang semiskin-miskinnya” pengalaman). Saya menulis ini untuk sementara hanya se”kenanya?”; hanya menurut “gosip-gosip” yang pernah saya dengar; hanya dari sudut pandang sempit saya saja; hanya menurut angan-angan saya saja yang tentunya masih banyak ngawurnya (makanya judulnya ada kata “Impian” segala); dan hanya-hanya yang lain. Jadi, bila tulisan ini tak lengkap dan mengandung kata-kata yang kurang berkenan, mohon maaf saya perlu katakan untuk ibu-bapak guru sekalian, khususnya guru matematika.

=========================================================

Sumber http://mathematicse.wordpress.com

Cara Mengajar Matematika, Bagaimana?

Oleh: Al Jupri

Bagaimana sih cara mengajar matematika itu? Bila pertanyaan ini diajukan ke guru matematika, tentunya akan dapat jawaban berdasarkan pengalamannya. Bila pertanyaan ini diajukan pada guru, yang bukan guru matematika, kemungkinan besar masih dapat jawaban juga berdasarkan pengalamannya mengajar bidang lain (ia akan mereka-reka, menganalogikan cara mengajarnya pada cara mengajar matematika). Namun, bila pertanyaan ini diajukan ke sembarang orang yang bukan guru, apa jawabannya? Tentunya mereka juga bisa menjawab berdasarkan pengalamannya ketika menjadi siswa di sekolah. Pertanyaan ini hampir mustahil bisa dijawab oleh orang yang sama sekali tak pernah sekolah atau mengenyam pendidikan, mereka ini hampir dipastikan tak kenal dengan “mahluk” yang namanya matematika.

Baiklah, bila pertanyaan itu diajukan ke saya. Apa jawaban saya? Sebentar, sebelum saya jawab, saya akan menjawab pertanyaan ini dengan memposisikan diri sebagai: (1) siswa yang pernah belajar matematika, ini bagian yang akan paling sering saya gunakan untuk menjawab karena saya pernah belajar matematika sejak SD; dan (2) guru, yang pernah belajar mengajar matematika.

Jawaban saya itu begini. Hingga saat ini, kata beberapa literature dan para ahli, tak ada cara terampuh yang dapat digunakan untuk mengajar matematika secara efektif. Cara apapun yang digunakan ada kelebihan dan ada kelemahannya. Yang saya maksud “cara mengajar” di sini bisa meliputi metoda/teknik mengajar atau pun pendekatan mengajar (lebih tepatnnya pembelajaran). Apa itu saja jawaban saya terhadap pertanyaan tersebut?

Yang saya pahami, orang bertanya tentang cara mengajar itu, artinya bagaimana sih sebenarnya agar tujuan pembelajaran matematika itu tercapai? Tujuan pembelajaran matematika yang saya maksud, ada dua hal. Tujuan jangka pendek, disebut juga tujuan materil dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek pembelajaran matematika, sederhananya, adalah bahwa, siswa diaharapkan dapat memahami materi matematika yang dipelajarinya dan dapat menggunakannya pada pelajaran lain atau pada kehidupan (praktis) nyata dan bekal untuk jenjang pendidikan selanjutnya. Sedangkan tujuan jangka panjang pembelajaran matematika, sederhananya, adalah bahwa siswa itu dapat mengambil “nilai-nilai matematika” dan mengaplikasikannya untuk kehidupan. Nilai-nilai matematika yang saya maksud meliputi: penalaran, kedisiplinan = ketaat-azas-an, kejujuran, kebertanggungjawaban, kesetiakawanan, keimananan, dsb.

Setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tujuan pembelajaran matematika itu dapat tercapai.

Pertama: Gurunya itu sendiri bagaimana?

Apakah sang guru/pengajar, yang akan mengajarkan matematika itu, kompeten, layak, sesuai keahliannya? Seorang guru/pengajar matematika dikatakan kompeten bukan hanya teruji dari kemampuannya saja dalam menguasai materi. Tapi juga apakah ia mampu menyampaikan materi itu pada orang lain, siswa? Syarat minimal seseorang (guru, pengajar) bisa menyampaikan materi yaitu, bisa bicara di depan siswa untuk menyampaikan apa yang dipahaminya. Banyak yang mengerti dan paham tentang matematika, namun sukar untuk bisa menyampaikannya ke orang lain. Hal ini pernah saya saksikan sendiri ketika jadi siswa. Tapi, saya percaya, pada guru yang mampu menyampaikan materi matematika dengan baik, pemahamannya saya fikir baik juga.

Dengan demikian, penguasaan materi dan kemampuan menyampaikannya (ke orang lain) adalah syarat perlu untuk mampu mencapai tujuan pembelajaran matematika, tapi ingat ini belum cukup. Belum cukup menjamin bahwa tujuan pembelajaran matematika itu akan tercapai.

Seorang guru/pengajar yang pemahaman materinya dan penyampainnya bagus pun masih perlu belajar, memperkaya diri dengan banyak membaca, tak berpuas diri dengan kemampuan yang sudah dimiliki, dan tentunya perlu melakukan persiapan sebelum pembelajaran. Sehebat apapun seorang guru, bila mengajarnya tidak dipersiapkan, saya pesimis tujuan pembelajaran itu akan tercapai. Bagaimana dengan yang sudah berpengalaman? Ya, tanpa kecuali.

Kedua: Siswanya itu bagaimana?

Yang perlu diperhatikan oleh seorang guru/pengajar, yang akan mengajar matematika, adalah bahwa: siswa yang belajar matematika itu kemampuannya beragam. Ada yang cepat menangkap pelajaran, ada yang biasa saja, dan ada yang kurang cepat. Mereka semua, pastinya ingin bisa matematika yang mereka pelajari.

Oleh karena itu, kita, selaku guru yang mengajar, tak boleh menganggap kemampuan mereka sama dengan kemampuan kita. Maksudnya, jangan menganggap pemahaman mereka, pada saat kita mengajar mereka, sama dengan pemahaman kita yang sudah belajar sebelumnya. Kebanyakan dari mereka (siswa) perlu waktu yang relatif lebih lama dibanding kita yang sudah belajar, yang sudah mengenal materi sebelumnya, yang sudah pengalaman sebelumnya, yang sudah mahir sebelumnya, dan yang sudah pandai sebelumnya. Jadinya, bila menerangkan, jangan terlalu cepat pun jangan terlalu lamban. Ini juga bukan berarti menganggap remeh kemampuan siswa. Seringkali yang terjadi, guru menerangkan dengan tempo yang sangat cepat, sesuai kecepatannya dalam memahami materi, kurang memperhatikan apakah siswanya dapat mengikutinya atau tidak. Guru menerangkan seenaknya saja. Tindakan seperti ini, kemungkinan besar hanya bisa diikuti oleh sebagian kecil siswa saja, hanya yang pandai saja. Sedangkan sebagian besar siswa lain (saya perkirakan sekitar 90 %), akan merasa terseret-seret, tak sanggup mengejar kecepatan guru dalam menerangkan.

Mungkin penjelasan ini sulit dipahami oleh mereka (guru/pengajar atau siapapun) yang (sangat) pandai matematika, yang belum pernah merasa kesulitan dalam belajar matematika. Bagi orang-orang semacam ini, mereka selalu menganggap bahwa pemahaman siswa yang diajarnya sama dengan dirinya yang sudah pandai itu. Biasanya, bila mereka berhadapan dengan siswa yang kurang cepat dalam belajar, akan menganggap “bodoh” ke siswanya. Ungkapan-ungkapan semacam mengumpat dan mencela ke siswanya, seringkali sulit terhindari. Misalkan ada siswa SMA yang tak bisa menentukan nilai x yang memenuhi persamaan “x + 1 = 3″. Guru yang termasuk golongan ini, kemungkiann besar akan berkata “Masa sih gitu aja engga bisa?” “Ngerjain soal yang dasar begitu aja engga bisa, kenapa kamu bisa lulus SMP?”, “Cape deeeeeh“, dsb. Tapi, bagi saya, kata-kata semacam ini bukanlah kata-kata yang pantas keluar dari seseeorang yang dinamakan guru (pendidik)/pengajar. Guru/pengajar semacam ini tak dapat memposisikan dirinya pada diri siswa yang diajarnya, pada siswa yang ingin belajar, pada siswa yang ingin mengerti dengan apa yang dipelajarinya. Ia “membunuh” siswanya secara perlahan.

Kesal, kecewa, jengkel terhadap siswa kita yang engga ngerti-ngerti itu biasa, manusiawai. Nah, di sinilah letak diperlukannya jiwa kesabaran, ketabahan, rasa kasih sayang dan empati pada siswa kita yang sedang belajar. Ingat, mereka juga manusia yang perlu diperlakukan secara manusiawi, perlu dihargai. Bagaimanapun kemampuan mereka.

Oleh karena itu saya mengajak pada bapak dan ibu guru atau siapapun pengajar matematika untuk memposisikan diri kita pada posisi siswa. Bayangkan bila Anda tak mengerti akan sesuatu, padahal Anda ingin sekali mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya tentang sesuatu itu, karena Anda ingin bisa. Bayangkan pula, bagaimana perasaan Anda, bila yang menjelaskannya sangat cepat, kurang memperhatikan Anda, tak mempedulikan Anda bisa mengerti atau tidak. Pastinya, sakit rasanya, pedih hati Anda dibuatnya, saya (insya Allah) jamin Anda pasti merasa sengsara, Anda akan merasakan yang namanya penderitaan batin. Rasanya, tak bisa dibayangkan, sengsara seumur-umur. Anda akan merasa bodoh, minder, takut, dan sebagainya. Nah, siswa juga SAMA seperti Anda yang butuh mengerti sesuatu (dalam hal ini Matematika).

Oh iya, banyak juga guru yang hanya memperhatikan siswa-siswanya yang pandai saja. Siswa yang pandai dijadikan tolak ukur apakah yang ia sampaikan itu dapat diikuti atau tidak. Guru semacam ini asyik menjelaskan, asyik menyampaikan materi. Untuk mengecek apakah siswanya mengerti atau tidak, ia hanya mengecek pada siswa yang pandai saja. Akibatnya, banyak siswa lain tak dapat mengikuti pembelajaran, siswa lain tak mengerti materi yang mereka pelajari.

Dengan memperhatikan hal ini, seharusnya kita, selaku guru introspeksi diri, apakah kita sudah bener ngajarnya atau belum? Sudah memperhatikan kondisi dan kemampuan siswa atau belum? Jangan-jangan, banyaknya siswa yang tak mengerti itu gara-gara kita tak memperhatikan mereka, kurang peka terhadap mereka, gara-gara kita masa bodoh apakah mereka mengerti atau tidak, yang penting kita sudah mengajar saja, sebodo amat mereka mau mengerti atau tidak, dan sebagainya.

Ketiga: Sarana dan prasarana pembelajarannya bagaimana?

Hal ini pun sedikit banyaknya berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pembelajaran. Yang saya maksud sarana dan prasaran di sini bisa meliputi: kelayakan tempat belajar (ruang kelas, ada-tidaknya laboratorium, dsb), ketersediaan alat-alat belajar (papan tulis, buku text, dsb), ketersediaannya media pembelajaran, dlsb.

Yang keempat, apa ya? (Silakan ditambahi sendiri! Tulisan ini masih dalam proses pemikiran, jadinya kapan saja bisa saya perbaharui).

Lho, cara mengajarnya bagaimana sih sebenarnya? Kok dari tadi belum diperjelas?

Sekali lagi saya tegaskan, berdasarkan literature dan pendapat para ahli, tak ada cara mengajar matematika terbaik/terampuh? Dengan demikian, sederhanyanya begini saja dulu, lakukan saja cara mengajar yang selama ini sudah bisa Anda lakukan! Namun perhatikan dan pertimbangkan beberapa hal yang sudah dituliskan di atas, silakan kalau perlu lengkapi dengan hal-hal yang luput dari perhatian saya. Silakan Anda pakai metode apapun, misalnya ceramah (toh ini yang paling banyak dipakai dan digemari guru-guru matematika di Indonesia, bahkan juga di dunia mungkin?), silakan juga metode-metode lama atau terbaru lainnya. Semua metode ataupun pendekatan pembelajaran, masing-masing punya keistimewaan. Metode atau pendekatan apapun yang Anda pakai, bila dioptimalkan, niscaya tujuan pembelajaran matematika yang diidam-idamkan itu, insya Allah, dapat dicapai.

Pada kesempatan lain (di artikel lain mungkin), insya Allah saya akan tuliskan bagaimana cara mengajar matematika dengan menggunakan metode atau pendekatan tertentu. Yang sedang saya pelajari sekarang, insya Allah hingga satu setengah tahun kedepan, adalah tentang pendekatan RME (Realistic Matematics Education).

Wahai pembaca sekalian, menurut Anda bagaimana?

Sumber : http://mathematicse.wordpress.com

Becoming a Great Teacher

Mediocre teacher tells
Good teacher explains
Superior teacher demonstrates
Great teacher inspires
William A. Ward

Minggu lalu saya ke Jakarta mengikuti peluncuran buku The 8th Habit karya DR. Stephen R. Covey. Satu hal menarik yang disampaikan oleh Covey adalah, ?I am more a teacher than a speaker?. Intisari dari buku Covey yang paling anyar ini adalah bagaimana kita bisa menemukan tujuan hidup kita dan selanjutnya membantu orang lain melakukan hal yang sama. Atau dalam bahasa Covey, ?Find your inner voice and inspire others to find theirs?. Hal lain yang sangat berkesan yang saya dapatkan dari seminar ini adalah saat Covey berkata, ?Leadership is communicating people?s worth and potential so clearly that they are inspired to see it in themselves? . Wow?.. satu statement yang begitu indah dan luar biasa yang membuat saya sangat terinspirasi.

Mengapa Covey mengatakan bahwa ia lebih sebagai seorang guru dari pada pembicara ? Saat Covey mengucapkan statement ini saya langsung teringat pada kata-kata bijak William A. Ward di atas. Covey adalah seorang Great Teacher karena ia mampu menginspirasi orang lain. Saat itu juga saya teringat apa yang baru-baru ini saya lakukan dengan seorang murid SMU yang mengalami ?masalah?. Anda jangan salah mengerti. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa saya ini sama seperti Covey. Yang ingin saya sampaikan adalah saya sangat senang karena apa yang saya lakukan telah sejalan dengan inspirasi yang saya dapatkan dari Covey. Dan jika saya bisa maka anda juga pasti bisa melakukannya.

Baru-baru ini saya diminta membantu anak SMU kelas 1, sebut saja Budi, yang menurut orangtua dan sekolahnya, adalah anak bermasalah. Saat pertama kali bertemu, Budi datang bersama ayahnya. Lebih tepatnya, ayah Budi membawa anaknya bertemu saya. Setelah ngobrol santai beberapa saat, saya melihat apa yang sebenarnya menjadi duduk persoalan. Yang pertama, Budi tidak mempunyai figur yang bisa menjadi idola atau panutan hidupnya sehingga ia sama sekali tidak tahu mau menjadi seperti siapa (diri ideal). Kedua, Budi memandang dirinya sebagai anak yang bermasalah dan gagal di sekolah karena orangtua dan sekolah memandang dirinya seperti itu (Citra Diri). Ketiga, Budi tidak tahu apa gunanya ia sekolah. Ia tidak tahu tujuan hidupnya.

Seperti kebanyakan anak muda, penampilan Budi agak berantakan. Telinga kirinya di?tindik?. Baju yang dipakainya saat itu jauh dari rapi dan celana panjangnya adalah celana jean yang di bagian paha depan, kiri dan kanan, robek (modelnya memang seperti itu). Selain itu Budi datang dengan menggunakan sandal. Setelah selesai berdiskusi saya meminta Budi, untuk sesi konseling selanjutnya, datang sendiri namun dengan satu syarat. Saya minta ia untuk mengubah penampilannya. Bila ia tidak mau maka saya tidak akan memberikan waktu saya. Saya minta Budi untuk berpakaian rapi, pakai celana dari bahan kain, bukan jean, tidak boleh ada ?tindik? di telinganya, pakai jam tangan, ada pen di kantong bajunya, dan harus pakai sepatu.

Mengapa saya ?memaksa? Budi untuk melakukan hal ini ? Saya ingin mengetahui seberapa besar keinginannya untuk berubah. Apakah ia bersedia membayar harga untuk itu ? Apakah ia bersedia keluar dari zona kenyamanannya ? Hal paling penting adalah saya ingin mengubah cara ia memandang dirinya, dari no-body menjadi some body. Langkah paling mudah, sebelum saya membantu Budi dari dalam (mental) adalah dengan mengubah penampilan luarnya. Ini ada hubungannya dengan Citra Diri. Dan ini adalah bagian dari terapi yang akan saya lakukan.

Benar. Saat pertemua kedua, Budi datang sendiri dengan penampilan yang berubah total. Saya memuji perubahan dirinya. Setelah aspek luarnya di-obok-obok, kini saya masuk ke aspek mentalnya. Sejak dari awal saya telah memandang dirinya sebagai seorang pemenang. Saya menyampaikan hal ini secara terbuka. Saya tahu ia tidak atau belum percaya pada dirinya. Dan saya juga tahu bahwa saya bisa membuat ia percaya apa yang saya katakan. Mengapa ? Ingat prinsip kerja pikiran bawah sadar di artikel saya sebelumnya ? Saya tahu Budi memandang saya sebagai orang yang memiliki otoritas. Jadi apa yang saya lakukan ? Saya memanfaatkan pengetahuan saya tentang cara kerja pikiran, masuk ke pikiran bawah sadarnya, dan menanam bibit-bibit pikiran positip. Saya melakukannya berkali-kali (repetisi), dengan memainkan emosinya, baik yang positip maupun yang negatip, sehingga bibit-bibit pikiran itu tertanam sangat dalam di pikirannya.

Budi lalu menunjukkan rapor sisipan yang baru ia terima. Hasilnya ? Luar biasa. Gurunya ternyata kehabisan tinta biru sehingga ?terpaksa? menulis nilai ujiannya dengan tinta merah. Setelah saya amati saya menemukan satu hal menarik. Meskipun hampir semua nilainya ?kebakaran? namun ada dua nilai dari dua bidang studi yang pernah mendapatkan nilai sangat tinggi, yaitu Fisika 98 dan Sosiologi 93.

Saya lalu bertanya, ?Bud, jawab jujur ! Nilai Fisika dan Sosiologi ini apakah benar-benar nilai yang kamu capai sendiri atau kamu nyontek ??. ?Saya capai sendiri Pak?, jawab Budi tegas. Saya tahu bahwa ini jawaban jujur dengan membaca bahasa tubuhnya.
?Ok. Kalau begitu, jawaban kamu membenarkan keyakinan saya terhadap dirimu. Saya tahu kamu anak cerdas dan mampu. Nilai merah di rapormu itu sebenarnya bukan karena kamu tidak mampu tapi karena kamu tidak belajar. Benar seperti itu ??, tanya saya lagi. ?Benar Pak?, jawab Budi sambil menundukkan kepala. ?Bud, kalau bicara dengan saya, saya mau kamu bicara dengan kepala tegak dan menatap mata saya?, perintah saya. ?Kamu tidak mau belajar karena kamu merasa bahwa sekolah sebenarnya tidak ada gunanya bagi kamu. Apa benar seperti itu pemikiranmu ??, kejar saya lagi. ?Benar Pak?, jawab Budi sambil menatap saya.

Budi selanjutnya bercerita bahwa ia telah diskors selama 1 minggu dan akan dikeluarkan oleh sekolah. Ia ingin pindah ke sekolah lain dan ia berjanji akan berubah bila ia telah pindah sekolah. Mendengar cerita ini saya lalu berkata, ?Bud, kalau kamu mau belajar dari saya, maka yang pertama harus kamu mengerti adalah kita harus melakukan segala sesuatu dengan alasan yang benar dan dengan rasa bangga. Jangan mau dikeluarkan. Ini sungguh memalukan. Kalau kamu dikeluarkan maka hal ini sama dengan kamu diusir karena kamu dianggap sebagai pesakitan atau kriminal. Apalagi dengan nilai yang jelek. Kalau mau, kamu yang memutuskan keluar dari sekolahmu. Tapi nanti setelah naik kelas 2. Kamu pindah sekolah tapi dengan nilai rapor yang tinggi, kalau perlu kamu masuk 5 besar di kelasmu. Saat itu sekolahmu akan memohon-mohon kamu untuk tidak pindah karena akan kehilangan murid cerdas. Nah, kalau kamu pindah saat itu, kamu pindah atau keluar dari sekolah dengan dada yang busung, bangga dan gagah. Kamu mengerti hal ini ??. ?Ya Pak?, jawab Budi.

Selanjutnya saya berkata, ?Bud, saya melihat dirimu seperti seorang burung elang yang mampu terbang sangat tinggi. Kamu bukan ayam. Ayam matinya karena dipotong. Elang matinya karena usia tua setelah terbang tinggi menjelajahi dunia. Kamu adalah elang, bukan ayam. Jangan pernah mau menjadi seekor ayam. Saya bersedia membantu kamu karena saya melihat kamu sebagai seekor elang. Saya hanya mau melatih elang. Saya tidak pernah mau repot dengan ayam.Tahu mengapa ? Karena ayam memang nggak bisa terbang tinggi. Kalau selama ini sekolah, guru, dan kepala sekolahmu memadang kamu seperti ayam, ini karena mereka tidak tahu siapa diri kamu yang sesungguhnya. Mari kita buktikan pada mereka siapa kamu sesungguhnya. Kamu adalah seekor elang. Masuk 5 besar di kelasmu itu sangat mudah. Kamu punya kemampuan untuk itu?.

Saya melihat ia agak bingung setelah mendengar cerita saya. Kemudian ia berkata, ?Jujur Pak, baru kali ini ada orang yang bicara seperti ini pada saya. Biasanya saya hanya ditegur, dimarah, dihukum, dan dikucilkan karena dianggap anak nakal dan membuat masalah untuk sekolah. Guru BP saya tidak pernah bicara seperti ini pada saya?.

Setelah merasa cukup dengan ?programming?, saya lalu memberikan gambaran akan masa depan yang bisa ia capai. Kemungkinan-kemungkinan yang bisa ia pilih dalam hidupnya. Saat itu ia mulai terlihat semangat. Ia mulai bisa melihat hubungan antara sekolah dan masa depan.

Selanjutnya saya membantu Budi menyusun goal atau target pembelajaran. Berapa nilai yang akan ia capai untuk tiap mata pelajaran. Mengapa ia perlu mencapai target itu. Mengapa ia bisa mencapainya. Bagaimana ia mengatur dirinya dengan lebih baik sehingga waktu yang ada dapat digunakan secara efektif dan efisien.

Saya lalu menjelaskan bahwa semua bidang studi yang diajarkan di sekolah sebenarnya masuk dalam 4 kategori yaitu kategori bahasa, konsep, kombinasi, dan hapalan. Yang masuk kategori bahasa misalnya pelajaran bahasa Indonesia dan Inggris. Kategori konsep contohnya matematika. Kategori kombinasi contohnya Fisika, Kimia, dan Akuntansi. Hapalan contohnya Biologi, Sosiologi, dan Sejarah. Setiap kategori menuntut strategi belajar yang berbeda. Saya lalu mengajarkan cara belajar yang benar untuk masing-masing kategori.

Setelah itu saya mengajarkan strategi untuk mengerjakan ujian. Mengapa ? Karena setiap tipe soal menuntut cara mengerjakan yang berbeda. Misalnya tes multiple choice, esai, menjawab singkat atau melengkapi, soal cerita, tes jawaban pasti atau soal objektif, dan performans.

Budi berkata,?Sekolah saya nggak pernah mengajarkan seperti yang Bapak ajarkan pada saya. Saya baru tahu kalau setiap mata pelajaran menuntut strategi belajar yang berbeda?. ?Bukan hanya sekolahmu saja yang nggak pernah melakukan hal ini. Hampir semua sekolah sama sekali tidak pernah mengajarkan murid-murid mereka cara belajar yang benar?, jawab saya.

Budi pulang dengan antusiasme baru. Ia berjanji akan memberikan laporan mengenai hasil ujian yang ia capai. Dari guru lesnya saya mendapat kabar bahwa Budi telah berubah. Sikap, semangat, dan cara pandangnya terhadap dirinya telah berubah. Ia lebih fokus.

Apakah saya bangga ? Sudah tentu. Berapa saya dibayar untuk sesi konseling ini ? Orangtuanya memaksa saya untuk menetapkan fee. Saya menolak. Saya lebih suka menggunakan pendekatan NATO alias No Angpao Thanks Only. Mengapa saya mau melakukan ini ? Karena saya melihat orangtuanya serius ingin membantu anaknya berubah. Jika orangtuanya tidak serius atau ogah-ogahan maka saya pasti akan menetapkan harga yang tinggi untuk ?memaksa? orangtuanya melakukan apa yang saya minta mereka lakukan. Orangtua Budi, khususnya ayahnya, bersedia melakukan apa yang saya minta sebagai dukungan pada anaknya dalam menjalani proses transformasi diri. Keseriusan orangtua Budi dalam hal ini sudah merupakan bayaran bagi saya dan ini tidak bisa dinilai dengan rupiah. Mengapa ? Karena saya yakin, saat Budi bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang cakap dan berhasil, maka ia akan dapat menjalani suatu kehidupan yang bermakna tidak hanya bagi dirinya sendiri, namun juga untuk keluarganya, dan masyarakat. Ingat pesan Covey , ?Find your inner voice and inspire others to find theirs?.


Adi W. Gunawan, lebih dikenal sebagai Re-Educator and Mind Navigator, adalah pembicara publik dan trainer yang telah berbicara di berbagai kota besar di dalam dan luar negeri. Ia telah menulis best seller Born to be a Genius, Genius Learning Strategy, Manage Your Mind for Success, Apakah IQ Anak Bisa Ditingkatkan ?, dan Hypnosis ? The Art of Subcsoncsious Communication. Adi dapat dihubungi melalui email adi@adiwgunawan.com.

Sumber : http://www.mathe-magics.com/



"Orangtua dan guru harus kenal gaya belajar anak secara tepat agar anak tak frustasi karena dinilai"

Tulisan Ozu rapih dan enak dibaca. Di dalam buku catatan sekolahnya banyak sekali simbol atau gambar daripada kata-kata. Kalau mencari buku bacaan, Ozu akan membolak-batik gambarnya atau penggambaran suasana cerita. Jika membaca atau mendengar kata bunga, dia mencatatnya dengan gambar bunga, atau kata "meningkat" akan ditulisnya berupa tanda panah ke atas. Di kelas dia lebih suka kalau guru menerangkan sesuatu dengan gambar. Bagi Ozu segala sesuatu yang ia dengar, harus ditulis kembali dalam satu daftar. Tak jarang dia membuat titian keledai dengan nama yang mudah diingat untuk mengingat pelajaran.

Sedangkan, buku tulis Gladys lebih banyak halaman kosong dan tulisannya tak cukup rapih. Gladys selalu bilang sudah memahami pelajaran dengan baik, jadi tidak perlu ada catatan. Di dalam kelas Gladys selalu aktif bertanya, ia juga dianggap cermat mendengarkan pelajaran. Di rumah Gladys lebih asyik bermain PS dan selalu membaca ulang komik-komik yang dibeli, sampai hafal dialognya la selalu ingat kata-kata yang didengar?nya. Jangan coba-coba berjanji dengan Gladys, pasti akan dikejarnya.
Lain lagi dengan Fani yang selalu mempraktikkan perkataan guru di kelas. Dia paling suka melakukan percobaan. Semua tugas praktik dalam buku pelajaran dengan antusias dikerjakannya sendiri. Fani semangat bertanya hal apa saja yang ingin diketahuinya untuk bisa dilakukan. Dia paling sering membantu bibi memasak. Ibunya mengaku jarang melihat Fani duduk membaca dan menu?lis terus menerus dengan tertib di dalam kamar.
Orangtua harus menyadari bahwa anak memiliki gaya belajar berbeda untuk mengembangkan potensinya. Mari kita bayangkan bahwa potensi anak berada di dalam satu kotak tertutup. Untuk membuka kotak tersebut, diperlukan kunci. Kunci yang dimaksud adalah bagaimana orangtua dapat memahami gaya belajar anak, sehingga tidak perlu merasa cemas kalau melihat anak tampak santai di rumah karena tidak belajar. Tiap individu memiliki kekhasan sejak lahir dan diperkaya melalui pengalaman hidup. Yang pasti semua orang belajar melalui alat inderawi, baik penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Psikolog pendidikan menyakini bahwa setiap orang memiliki kekuatan belajar atau modalitas belajar. Semakin kita mengenal baik modalitas belajar kita maka akan semakin mudah dan lebih percaya diri di dalam menguasai suatu keterampilan dan konsep-konsep dalam hidup. Tiap individu memiliki kekhasan sejak lahir dan diperkaya melalui pengalaman hidup. Yang pasti semua orang belajar melalui alat inderawi, baik penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Psikolog pendidikan menyakini bahwa setiap orang memiliki kekuatan belajar atau modalitas belajar. Semakin kita mengenal baik modalitas belajar kita maka akan semakin mudah dan lebih percaya diri di dalam menguasai suatu keterampilan dan konsep-konsep dalam hidup. Belajar berawal dari rumah! Anak belajar melalui apa yang ia lihat, dengar, dan sentuh. Satu dari tiga saluran inderawi -visual, auditori dan kinestetik- adalah salah satu cara untuk belajar dengan baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi cara belajar anak adalah persepsi, yaitu bagaimana dia memperoleh makna dari lingkungan. Persepsi diawali lima indera: mendengar, melihat, mengecap, men?cium,dan merasa.Didunia pendidikan, istilah modalitas mengacu khusus untuk penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Modalitas visual menyangkut penglihatan dan bayangan mental. Modalitas pen?dengaran merujuk pada pendengaran dan pembicaraan. Modalitas kinestetik merujuk gerakan besar dan kecil. Salah satu tanda mengenali gaya bela?jar seseorang melalui kalimat yang ia gunakan. Tipe visual akan bicara misalnya, " Mama, lihat muka Indri dong jika mau bicara sesuatu." Bu Guru bisa melihat apa yang aku maksudkan barusan?" Sedang?kan, tipe auditori mengatakan, "Mama, dengerin, aku mau cerita:'Tipe kineste?tik cenderung berbicara sangat singkat, bahkan tanpa komentar apapun. Tanpa disadari gaya belajar mempenga?ruhi seseorang memilih tempat duduk. Tipe visual lebih memilih duduk di baris depan. Tipe auditori cenderung duduk di tengah-tengah. Tipe kinestetik, lebih memilih duduk di sebelah kanan, dekat pintu. Mereka akan segera melarikan diri jika merasa tidak perlu mendengarkan. Apa yang bisa dibantu orangtua? Dengan memahami gaya belajar anak berarti akan membuat anak lebih bahagia. Karena respons orangtua terhadap kebutuhan dirinya tepat. Bagi anak dengan gaya belajar kinestetik, maka orangtua atau guru diharap pula aktif bersikap fisik.Anak tak mau buang waktu untuk bicara dan cenderung langsung pada apa yang harus dikerjakan. Anak sangat energik dan selalu nomor satu berdiri di depan barisan. Jika mendengarkan musik, dia bergoyang sesuai irama. Jika diajak jalan-jalan, tangannya mencoba menyen?tuh apa saja. Pilih mainan roda dua, tali lompat, bola, cat air, clan dough. Anak juga suka main drama. Penegakkan disiplin tak cukup hanya verbal, karena tak berpengaruh. Perlu digunakan cara time out. Anak tipe auditori terlihat gemar bicara. Di kelas sering mengganggu anak lain dengan teriakan dan cerita-ceritanya. Anak ini pencinta musik apa saja. Pilih berbagai macam CD dan alat musik main?an. Beri kesempatan sebanyak mungkin untuk bicara, menyanyi, mendengarkan, dan berteriak. Penegakan disiplin cukup dengan kata-kata. Gunakan dialog dan tatap muka untuk menjelaskan masalah yang perlu menjadi perhatiannya.
Anak tipe visual tampak terpaku dalam mengamati sesuatu. Dia penuh rasa ingin tahu terhadap hal baru. Orangtua dapat memberikan kesempatan melalui gambar-gambar. Berbagai perlengkapan seperti papan tulis, krayon, cat air, spidol, gunting clan lem bisa disiapkan untuknyz Termasuk main-an boneka-boneka yang dapat diganti pakaiannya. Disiplin ditegakkan dengan mengacu pada orangtua. Mereka tidak membutuhkan
perkataan panjang lebar, tetapi cukup mencontoh perbuatan orangtua. Hadiah cukup dengan senyum lebar, dan ekspresi orangtua terhadap kegiatan mereka.
Peraturan bagi orang tua :
1. Sadari tipe gaya belajar anak. Tipe kinestetik, visual, auditori atau kombinasi.
2. Sadari tipe gaya belajar diri. Orangtua bisa saja memiliki gaya belajar berbeda dengan anaknya.
3. Penuhi anak dengan kesempatan agar dia berhasil dalam modalitas yang dimilikinya.
4. Disiplin dan beri hadiah sesuai dengan gaya belajarnya.
5. Selalu melihat posisi terbaik yang dimiliki anak untuk dikembangkan.
6. Bantulah anak menggunakan strategi modalitas untuk menguasai berbagai keterampilan clan konsep lainnya.--*

Karakteristik Gaya Belajar

Visual

Gaya, Belajar melalui pengamatan: mengamati peragaan
Membaca, Menyukai deskripsi, sehingga seringkali ditengah-tengah membaca berhenti untuk membayangkan apa yang dibacanya.
Mengeja, Mengenali huruf melalui rangkaian kata yang tertulis
Menulis, Hasil tulisan cenderung baik, terbaca jekas dan rapi.
Ingatan, Ingat muka lupa nama, selalu menulis apa saja.
Imajinasi, Memiliki imajinasi kuat dengan melihat detil dari gambar yang ada.
Distraktibilitas, Lebih mudah terpecah perhatiannya jika ada gambar.
Pemecahan, Menulis semua hal yang dipikirkan dalam suatu daftar.
Respons terhadap periode kosong aktivitas, Jalan-jalan melihat sesuatu yang dapat dilihat.
Respon untuk situasi baru, Melihat sekeliling dengan mengamati struktur.
Emosi, Mudah menangis dan marah, tampil ekspresif
Komunikasi, Tenang tak banyak bicara panjang, tak sabaran mendengar, lebih banyak mengamati.
Penampilan, Rapi, paduan warna senada, dan suka urutan.
Respon terhadap seni, Apresiasi terhadap seni apa saja yang dilihatnya secara mendalam dengan detil dan komponen, daripada karya secara keseluruhan.


Auditori

Gaya, belajar melalui instruksi dari orang lain
Membaca, Menikmati percakapan dan tidak memperdulikan ilustrasi yang ada
Mengeja, Menggunakan pendekatan melalui bunyi kata
Menulis, Hasil tulisan cenderung tipis, seadanya
Ingatan, ingat nama lupa muka,ingatan melaui pengulangan.
Imajinasi, Tak mengutamakan detil, lebih berpikir mengandalkan pendengaran.
Distraktibilitas, Mudah terpecah perhatiannya dengan suara.
Pemecahan, Pemecahan masalah melalui lisan.
Respons terhadap periode kosong aktivitas, Ngobrol atau bicara sendiri.
Respon untuk situasi baru, Bicara tentang pro dan kontra.
Emosi, Berteriak kalau bahagia, mudah meledak tapi cepat reda, emosi tergambar jelas melalui perubahan besarnya nada suara, dan tinggi rendahnya nada.
Komunikasi, Senang mendengar dan cenderung repetitif dalam menjelaskan.
Penampilan, Tak memperhatikan harmonisasi paduan warna dalam penampilan.
Respon terhadap seni, Lebih memilih musik. Kurang tertarik seni visual, namun siap berdiskusi sebagai karya secara keseluruhan,tidak berbicara secara detil dan komponen yang dilihatnya.


Kinestetik

Gaya, Belajar melalui melakukan sesuatu secara langsung
Membaca, Lebih memiliki bacaan yang sejak awal sudah menunjukkan adanya aksi.
Mengeja, Sulit mengeja sehingga cenderung menulis kata untuk memastikannya
Menulis, Hasil tulisan "nembus" dan ada tekanan kuat pada alat tulis sehingga menjadi sangat jelas terbaca.
Ingatan, Lebih ingat apa yang sudah dilakukan, daripada apa yang baru saja dilihat atau dikatakan.
Imajinasi, Imajinasi tak terlalu penting, lebih mengutamakan tindakan/kegiatan.
Distraktibilitas, Perhatian terpecah melalui pendengaran
Pemecahan, Pemecahan masalah melalui kegiatan fisik dan aktivitas.
Respons terhadap periode kosong aktivitas, Mencari kegiatan fisik bergerak.
Respon untuk situasi baru, Mencoba segala sesuatu dengan meraba, merasakan dan memanipulasi.
Emosi, Melompat-lompat kalau gembira, memeluk, menepuk, dan gerakan tubuh keseluruhan sebagai luapan emosi.
Komunikasi, Menggunakan gerakan kalau bicara, kurang mampu mendengar dengan baik.
Penampilan, Rapi, namun cepat berantakan karena aktivitas yang dilakukan
Respon terhadap seni, Respons terhadap musik melalui gerakan. Lebih memiliki patung, melukis yang melibatkan aktivitas gerakan.

teks DR Reni Akbor Howodi Psi. Fok. Psikologi U1.

Sumber : http://www.mathe-magics.com


Upaya Meningkatkan Guru Yang Profesional dalam Era Reformasi

oleh: Prof. Dr. Arief Rachman, M.Pd

Lima Faktor Krusial untuk Meningkatkan & Menganalisa Profesionalisme Guru
1. Ethic (Etika)
2. Attitude (Sikap)
3. Habits (Kebiasaan)
4. Knowledge (Ilmu Pengetahuan)
5. Skill (Keterampilan)

Etika | Ethic

[01] Kemampuan untuk berkerja dan melayani tanpa diskriminasi | Ability to work and serve without discrimination (ethnic, religion, sex, age, disabilities, and gender).
[02] Kemampuan untuk menjaga
kerahasiaan dan privasi siswa, rekan guru dan atasan | Ability to protect a privacy of student, fellow teacher and employer.
[03] Komitmen untuk memberikan penilaian berdasarkan pendapat dan penilaian yang objektif | Committed to give objective opinion and assessment.
[04] Isu yang berhubungan dengan
keadilan dalam kontrak pekerjaan dan perimbangan daya tawar antara pemilik sekolah dan yang dipekerjakan | Issues relating to the fairness of the employment contract and the balance of power between employer and employee: slavery, employment law.
[05] Masalah keselamatan kerja dan
kesehatan kerja | Ocupational safety and health.

Sikap | Attitude

[01] Proaktif | Be proactive
[02] Percaya diri | Be confidence
[03] Bergembira dalam beraktivitas | Have Fun in school activity
[04] Terbuka | Be open
[05] Fokus | Be Focus
[06] Memiliki sikap empati | Be emphatic

Kebiasaan | Habits

[01] Kebiasaan yang teratur | Be organized
[02] Selalu berpartisipasi | Always participate
[03] Bekerja dan belajar untuk mencapai sinergi | Work & learn together to achieve synergy
[04] Belajar untuk mendengar orang lain | Learn to listen to other
[05] Menghargai | Appreciate
[06] Kebiasaan untuk terus berlatih | Practice-practice-practice

Ilmu Pengetahuan | Knowledge

[01] Metode belajar |
Learning method
[02] Metode mengajar |
Teaching method
[03] Metode manajemen kelas | Class management method
[04] Psikologi anak | Children psychology
[05] Pengetahuan akan trend ilmu dimasa yang akan datang |
Knowledge to upcoming trend

Keterampilan | Skill

[01] Keunggulan dalam oprasional kelas | Class operational excellence
[02] Membina hubungan yang baik dengan siswa | Relationship with student
[03] Kemampuan untuk mencetuskan inovasi | Ability to spark innovation
[04] Memupuk berfikir kritis | Nurture critical thinking
[05] Kemampuan untuk berfikir analitis | Ability to Develop analytical skill
[06] Kemampuan untuk membuat hipotesa | Ability to hypothesized
[07] Kemampuan untuk menghubungkan | Ability to associate
[08] Kemampuan untuk membuat prediksi | Ability to make prediction
[09] Kemampuan untuk mencetuskan rasa ingin tahu | Ability to spark curiosity
[10] Kemampuan untuk mengingat | Ability for retention
[11] Kemampuan untuk memahami | Ability to comprehend
[12] Keunggulan dalam oprasional kelas | Class operational excellence

Kita Meningkatkan Profesionalisme
[01] Bangun dan pupuk jiwa kepemimpinan dalam diri (build strong leadership).
[02] Bersikap dan berkerja secara akuntabel sesuai dengan posisi anda. Jalankan tata kelola yang baik (practice good governance).
[03] Proaktif dan berpartisipasi secara positif. Tidak ada perubahan tanpa partisipasi (multilevel participation).
[04] Bangun “Sense of Urgency

Professionalism Road Map
[01] Susun strategi untuk membangun profesionalisme.
[02] Bentuk struktur yang akan mendukung strategi.

[03] Bangun sistem yang berisikan prosedur formal dan
informal yang mengatur aktivitas sehari hari.
[04] Seleksi talenta yang cocok dan mendukung tujuan
organisasi.
[05] Tetapkan nilai nilai bersama yang menjadi ciri dan
kultur organisasi.
[06] Bangun gaya yang unik sehingga menjadi ciri khas
personel organisasi anda ketika tampil.


Disampaikan pada acara Penutupan..
Workshop ICT untuk Sosialisasi Penanggulangan HIV/AIDS

Minggu, 3 Februari 2008 di Lab School Jakarta

Sumber :http://maskwarta.blogspot.com